Konsep Dasar PPkn sebagai Pendidikan Politik
Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu
proses yangg dilakukan oleh lembaga pendidikan dengan proses di mana seseorang
mempelajari orientasi, sikap dan perilaku politik, sehingga yang bersangkutan
memiliki political knowledge, awareness, attitude, political efficacy dan
political participation, serta kemampuan mengambil keputusan politik secara
rasional, sehingga tidak saja menguntungkan bagi diri sendiri tetapi juga bagi
masyarakat” (Zamroni, 2007 : p.137).
1.
Pendahuluan
Politik
secara ringkas adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan kekuasaan,
pemerintahan, proses memerintah dan bentuk organisasi pemerintahan,
lembaga/institusi, tujuan negara atau
pemerintahannya. Ilmu politik
membahas secara sistematis
dan analitis masalah kenegaraan, dan merupakan ilmu sosial yang paling
tua di dunia. Tempat asalnya diduga negara Yunani, pada zaman Sokrates,Plato,
dan Aristoteles
Ilmu
politik adalah disiplin ilmu yang beroperasi dengan konsep dan ide filosofis
tersendiri, yang dipraktekkan
dengan metode pertanyaan
dan analisis tentang pengorganisasian suatu
negara, dengan tujuan
agar rakyat bisa
hidup makmur dan bahagia. Ilmu tersebut diharapkan bisa
memberikan tata hidup yang baik. Maka pikiranpikiran politik
Yunani di masa
Plato merupakan campuran
dari legenda, mite,
teologi, alegori, dan religi.
Plato menamakan pribadi
manusia sebagai homo
politicus, yaitu manusia politik
secara abstrak, yang
suka berpolitik, untuk
menata masyarakat dan negaranya, tanpa memandang asal dan
derajatnya, di satu negara.
Politik
di abad pertengahan
lebih banyak berkaitan dengan masalah-masalah spiritual, moral, dan etis.
Maka politik dan etika di zaman itu
tidak bisa dipisahkan satu dari
lainnya. Sedang paham
politik modern yang
dipelopori oleh Machiavelli, menyatakan bahwa
yang penting bukannya
bagaimana seharusnya bentuk
satu negara, akan tetapi
bagaimana caranya kita
bertindak dalam dunia
politik dan diplomasi.
Bagi Machiavelli tercapainya tujuan
adalah segalanya. Segala
cara bisa ditempuh
untuk tercapainya suatau tujuan.
Pendidikan adalah merupakan proses sosial dan
proses sosialisasi manusia. Proses sosial menjadi dimensi utama dari filsafat
pendidikan. Adanya relasi sosial yang berbeda dalam wadah
suatu negara, yang
bergantung pada renggang
dan dekatnya relasi
sosial antara individu dengan individu lain, akan menyebabkan munculnya
praktek pendidikan yang berbeda-beda. Sebagai
contoh di negara
demokrasi orang menghargai
perbedaan yang unik pada setiap individu. Oleh karena itu orang menyusun
sistem pendidikan yang sesuai dengan kondisi pribadi-pribadi yang unik tadi.
Di negara
totaliter orang membatasi
kebebasan individu, dengan
jalan memberikan pendidikan dengan
pola uniform, ketat
dan keras. Sistem
pendidikannya hanya ada satu,
berdasarkan satu macam
filsafat pendidikan. Guru-guru
sikapnya otokratis dan mutlak, serta mengajar dengan tangan besi. Guru
dengan ketat meneruskan semua perintah dari kekuasaan politik yang juga
otoriter sifatnya. Bagi negara totaliter,
pendidikan
adalah merupakan kekuatan politik. Karena itu pendidikan harus ada ditangan
negara, dan negara
secara mutlak mengatur
pendidikan. Tujuan pendidikan
di negara totaliter adalah
membuat manusia menjadi alat negara.
Salah satu fenomena
amat menakjubkan, bukan
hanya dalam filsafat politik, tetapi juga
dalam kesadaran nyata
masyarakat adalah pengakuan hampir
universal terhadap
demokrasi. Meskipun seratus
tahun yang lalu
kebanyakan orang di
bumi ini belum pernah mendengar
apapun tentang demokrasi, sekarang keabsahan etis dan politis sebuah negara
hampir di seluruh
dunia diukur pada
kadar kedemokrasiannya. Dalam negara
demokrasi, juga tercakup
hak-hak lain seperti
hak kemerdekaan pers,
hak menyatakan pendapat, hak memilih anggota perwakilanrakyat secara
bebas dan rahasia, hak kebebasan beragama,
hak berorganisasi.Di negara demokrasi ada
kebebasan yang sama bagi setiap
warganegara, serta adanya pengakuan terhadap nilai-nilai dan martabat
individu selaku pribadi.
Pengakuan selaku pribadi
itu mencakup pengertian
bahwa manusia itu: (1) berhak memenuhi segala kebutuhannya yang kodrati;
(2) berhak untuk meningkatkan derajat dan martabat dirinya; (3) berhak
mendapatkan pengakuan terhadap milik
pribadi. Oleh karena
itu pendidikan harus
diupayakan untuk, mendidik
manusia dan anak manusia
supaya bisa berkembang
dengan bebas dan
maksimal. Sanggup melakukan realisasi
diri, supaya bisa
hidup sejahtera. Tugas
esensial negara demokrasi ialah mengembangkan
potensi-potensi rakyatnya dalam iklim
damai dan adil.
Generasi muda harus mentransfer
banyak warisan kebudayaan,
misalnya bahasa, adat
kebiasaan, tingkah laku, norma, nilai, keyakinan beragama, ilmu
pengetahuan, teknologi, dan lainlain. Semua itu dilakukan lewat media
pendidikan dalam iklim yang bebas. Lewat
pendidikan anak didik
memecahkan permasalahan hidupnya,
untuk kemudian
mengantisipasi terjadinya perubahan
dan kemajuan di
hari-hari mendatang. Oleh karena
itu tingginya tingkat
pendidikan dan taraf
kebudayan rakyat akan
sangat besar artinya, bahkan vital bagi pertumbuhan bangsadan negara.
Oleh karena itu, negara sangat berkepentingan dengan pendidikan warga
negaranya, sehingga pendidikan harus diutamakan dan direncanakan dengan
sebaik-baiknya.
Di negara
demokrasi, pendidikan tidak
dilakukan lewat drilling,
dresurindoktrinasi, tekanan, dan paksaan dari atas atau dari luar. Untuk
melakukan pendidikan dengan bebas, dalam
rangka mengembangkan kebebasan
manusia, perlu adanya masyarakat bebas, dan kebebasan dalam
dunia pendidikan. Menurut Plato dan Rousseau, dinamika kodrati yang ada pada
diri setiap manusia ialah: (1) ambisi yang dinamis untuk memperbaiki nasib
sendiri; (2) hasrat untuk mengangkat diri ke taraf yang lebih tinggi; (3) semangat
untuk terus berjuang
dan mendapatkan kemajuan
dalam hidupnya. Alam demokrasi mengakui nilai individu dan
martabat pribadi. Sedang negara demokrasi lewat sistem pendidikannya
bertujuan membentuk warga
negara menjadi pribadi
dengan identitas unik. Setiap
individu harus mendapatkan
pendidikan yang layak
sebagai manusia, disesuaikan dengan
bakatnya. Tidak dapat
berkembangnya bakat dan
potensi manusia, jelas merupakan kesalahan politis dan teknis yang harus dikoreksi. Kesalahan serta kegagalan
ini tidak saja merugikan individu
yang bersangkutan, akan
tetapi pasti juga memiskinkan
masyarakat dan negara.
Pendidikan adalah
faktor politik dan
kekuatan politik. Pendidikan
dan sekolah adalah merupakan
pencerminan kekuatan-kekuatan sosial politik yang tengah berkuasa, dan
merupakan refleksi dari orde penguasa yang ada.Karena itu tujuan pendidikan
erat sekali berkaitan dengan
filsafat negara dan
tujuan politik negara.
Pendidikan juga merupakan
penjabaran dari filsafat negara dan tujuan politik negara. Pendidikan itu tidak
pernah netral. Artinya
pendidikan bisa dipakai
sebagai instrumen untuk
mencapai kebebasan, atau justru
digunakan sebagai alat
untuk memperbudak, menindas dan membelenggu sesama
manusia oleh pihak-pihak
yang berkuasa. Pendidikan
sering menjadikan anak didik sebagai objek, untuk tujuan politik dan
komersial tertentu. Dalam kondisi
ini pendidikan berubah
wujud menjadi “anti
pendidikan” disertai usaha
“dehumanisasi”.
2.
Hakikat
pkn sebagai pendidikan politik
Hakikat
mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) yang utama adalah sebagai pendidikan politik.
Sebagai pendidikan politik, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) akan membantu
siswa memperoleh pengetahuan dan pemahaman serta keterampilan di bidang
politik. Ini berarti siswa harus melek politik. Kata politik secara umum
memiliki banyak makna yaitu berarti (a) kekuatan atau force; (b)
kekuasaan/pemerintahan atau governance; (c) kekuatan atau power; (d)
kebijaksanaan atau polecy; (e) pengaruh atau influence. Pendidikan
politik menekankan pada
upaya untuk mempengaruhi orang
lain agar bersedia memberikan dukungan atau partisipasinya kepada suatu obyek
tertentu dan dalam hal ini adalah kepada nusa, bangsa dan negara atau pemimpin.
Dalam sistem politik dikenal ada dua dimensi yang dilakukan warga negara
terhadap suatu obyek yang dapat berupa seorang tokoh, partai politik atau
pemerintah yaitu dukungandan tuntutan.
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
sebagai pendidikan politik mempunyai tugas memperkenalkan
nilai-nilai kaitannya dengan politik dan
selanjutnya menumbuhkan partisipasi
peserta didik terhadap pelaksanaan suatu
nilai. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
sebagai pendidikan politik berupaya menumbuhkan dukungan murid terhadap
keluarga, guru, sekolah,
masyarakat, nusa, bangsa
dan negara. Tumbuhkan rasa
cinta terhadap Tanah
Air dan bangsanya.
Siap berkorban bagi bangsa dan negaranya. Ada tiga aspek sikap yang
harus ditumbuhkan yaitu : (a) Sense of belonging yaitu sikap memiliki suatu
nilai; (b) Sense of responsibility yaitu sikap untuk bertanggung jawab terhadap
suatu nilai, dan (c) Sense of participation yaitu sikap untuk
berpartisipasi langsung dalam
perjuangan membela nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
3.
Pendidikan
Politik
Pendidikan
politik merupakan faktor
penting bagi terbentuknya
sikap politik warganegara yang
mendukung berfungsinya sistem
pemerintahan secara sehat. Pentingnya pendidikan
politik ini seperti
dinyatakan oleh Print,
bahwa negara-negara baru (newly emerging democraties)memerlukan sarana
pendidikan yang memungkinkan generasi
muda untuk mengetahui
tentang pengetahuan, nilai-nilai, dan
keahlian yang diperlukan untuk
melestarikan demokrasi. Pendidikan politik adalah penyiapan generasi muda untuk
berfikir merdeka seputar esensi kekuasaan dan pilar-pilarnya, seputar faktor faktor yang
berpengaruh dalam lembaga-lembaga atau berpengaruh dalam
masyarakat melalui
lembaga-lembaga tersebut. Yang
esensial dari pendidikan
politik adalah mengaitkan aktivitas
pendidikan dengan praktek
kekuasaan secara seimbang,
berguna, dan demokratis (Edgar Fore).
Pendidikan politik
adalah pengembangan kesadaran
generasi terhadap berbagai problematika kekuasaan
dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan
politik. Pendidikan politik bisa dilakukan dengan berbagai sarana
seperti diskusi, ceramah, dan berpartisipasi
dalam kegiatan politik
(Good). Pendidikan politik
merupakan proses dialogis antara pemberi
dan penerima pesan, melalui pesan ini para anggota masyarakat mengenal dan
mempelajari nilai-nilai, norma-norma,
dan simbol-simbol politik
yang ideal dari berbagai
pihak dalam sistem
politik, seperti pemerintah,
sekolah, dan partai politik. Sosialisai politik adalah
pendidikan politik dalam arti yang longgar. Disadari atau tidak, hal itu
dialami oleh semua anggota masyarakat baik elit maupun orang awam. Dari berbagai
pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa, pendidikan politik merupakan proses penanaman
nilai-nilai di bidang politik yang dilakukan secara sengaja, baik formal maupun
informal, dilakukan terus menerus dari generasi ke generasai, agar warganegara memiliki
kesadaran untuk melaksanakan
hak dan kewajibannya
secara demokratis dan bertanggung jawab.
4. Bentuk
Pendidikan Politik
Keberhasilan
pendidikan politik tidak akan dapat tercapai jika tidak dibarengi dengan usaha
yang nyata di lapangan. Penyelenggaraan pendidikan politik akan erat kaitannya dengan
bentuk pendidikan politik yang akan diterapkan di masyarakat nantinya. Oleh
karena itu, bentuk pendidikan politik yang dipilih dapat menentukan
keberhasilan dari adanya penyelenggaraan pendidikan politik ini.
Bentuk pendidikan politik menurut
Rusadi Kartaprawira (2004:56) dapat diselenggarakan antara lain melalui:
1)
bahan
bacaan seperti surat kabar, majalah, dan lain-lain bentuk publikasi massa yang biasa membentuk pendapat umum.
2)
siaran
radio dan televisi serta film (audio visual media).
3)
lembaga atau asosiasi dalam masyarakat seperti masjid
atau gereja tempat menyampaikan khotbah, dan juga lembaga pendidikan formal
ataupun iniformal.
Berdasarkan
pendapat di atas, dapat kita lihat bahwa pendidikan politik dapat diberikan
melalui berbagai
jalur. Pemberian pendidikan politik tidak hanya dibatasi oleh lembaga seperti
persekolahan atau organisasi saja, namun dapat diberikan melalui media,
misalnya media cetak dalam bentuk artikel. Apapun bentuk pendidikan politik yang
akan digunakan dan semua bentuk yang disuguhkan di atas sesungghnya tidak
menjadi persoalan. Aspek yang terpenting adalah bahwa bentuk pendidikan politik
tersebut mampu untuk memobilisasi simbol-simbol nasional sehingga pendidikan
politik mampu menuju pada arah yang tepat yaitu meningkatkan daya pikir dan
daya tanggap rakyat terhadap masalah politik. Selain itu, bentuk pendidikan
politik yang dipilih harus mampu meningkatkan rasa keterikatan diri (senseof
belonging) yang tinggi terhadap tanah air, bangsa dan negara. Apabila diasosiasikan dengan bentuk politik yang tertera
di atas, maka menurut penulis yang menjadi tolak ukur utama keberhasilan
pendidikan politik terletak pada penyelengaraan bentuk pendidikan politik yang
terakhir yaitu melalui jalur lembaga
atau asosiasi dalam masyarakat. Dalam hal ini penulis sangat sependapat bila
pendidikan politik lebih ditekankan melalui jalur pendidikan formal. Pendidikan
politik formal yaitu pendidikan pulitik yang diselenggrakan melalui lembaga
resmi (sekolah).
5. Landasan
Hukum Pendidikan Politik
Landasan Hukum Pendidikan Politik Pendidikan politik merupakan suatu
sarana untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan hernegara yang dilaksanakan
secara berkesinambungan dan terencana. Pelaksanaan pendidikan politik, harus
berpegang teguh pada falsafah dan kepribadian bangsa Indonesia. Secara tidak
langsung pendidikan politik merupakan bagian integral dari keseluruhan
pembangunan bangsa yang dilaksanakan sesuai dengan landasan yang telah
mendasari kehidupan bangsa Indonesia. Berdasarkan Inpres No. 12 tahun 1982
tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda (1982:13), maka yang menjadi
landasan hukum pendidikan politik adalah sebagai berikut:
Landasan pendidikan politik di
Indonesia terdiri dari:
a. landasan
ideologis, yaitu Pancasila
b. landasan
konstitusi, yaitu UUD 1945
c. landasan
operasional, yaitu GBHN
d. landasan
historis, yaitu Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan Proklamasi 17 Auustus
1945".
Landasan
yang tersebut di atas merupakan landasan pokok pendidikan politik yang disertai
landasan kesejarahan. Hal ini penting karena warga negara terutama siswa harus
mengetahui sejarah perjuangan bangsa agar memiliki jiwa, semangat, dan
nilai-nilai kejuangan 1945.
6. Pokok-pokok
materi pendidikan poitik
Pokok-pokok
materi pendidikan politik sepenuhnya tertuang sebagai muatan yang terkandung dalam kurikulum pendidikan politik. Kurikulum
pendidikan politik adalah jarak yang harus ditempuh oleh seorang siswa dalam
mencapai target yaitu
melek politik yang ditandai dengan menguatnya daya nalar terhadap berbagai
aktifitas politik dalam infrastruktur maupun suprastruktur politik
Hal-hal yang mengenai
kurikulum pendidikan politik diatur dalam Instruksi Presiden No. 12 Tahun 1982
tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda yang menyebutkan bahwa bahan
pendidikan politik antara lain:
a.
penanaman kesadaran
berideologi, berbangsa, dan bernegara,
b.
kehidupan dan kerukunan hidup beragama;
c.
motivasi berprestasi;
d.
pengamalan kesamaan hak dan kewajiban, keadilan sosial, dan
penghormatan atas harkat dan martabat manusia;
e.
pengembangan
kemampuan politik dan kemampuan pribadi untuk mewujudkan kebutuhan dan keinginan ikut serta dalam politik;
f.
disiplin pribadi, sosial, dan nasional;
g.
kepercayaan pada pcmcrintah;
h.
kepercayaan pada pembangunan yang berkesinambungan.
Dalam kurikulum pendidikan politik di Indonesia, telah
memasukkan unsur materi agama yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia dalam
bahan pendidikan politik.
Bahan pendidikan politik di Indonesia harus bersumber
pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dan berbagai makna yang dipetik
dari perjuangan bangsa Indonesia. Semua bahan ajar pendidikan politik tersebut
telah tercakup dalam mata pelajaran PKn.
7.
Beberapa
Teori Pendidikan Politik
a.
Teori
Sistem
Sosialisasi
politik dianggap memainkan
peran utama dalam menjaga
kestabilan politik, sehingga memungkinkan
sistem politik yang
sama berlaku terus
menerus sehingga mencapai kondisi
mapan dan mantap.
Menurut teori ini pendidikan politik
diarahkan untuk memelihara sistem politik yang dianggap ideal. Bagi Indonesia
sistem politik ideal yang hendak dibangun adalah sistem politik demokrasi yang
dijiwai nilai-nilai Pancasila.
b.
Teori
Hegemoni
Menurut teori ini, pendidikan politik
diarahkan untuk mendukung kepentingan penguasa (kelompok yang
dominan). Pendidikan politik
dilakukan untuk kepentingan
kelompok kekuatan politik tertentu, yakni rezim yang berkuasa, meskipun
kadang jauh dari sistem yang ideal.
c.
Teori
Psikodinamik.
Menurut teori ini pengalaman pribadi yang dialami manusia pada awal anak-anak akan
sangat menentukan orientasi
politik seseorang. Dengan
demikian faktor internal
sangat mempengaruhi sikap politik seseorang.
d.
Teori
Belajar Sosial
Menurut
teori ini faktor
eksternal, yakni lingkungan
sosial dimana seseorang
hidup, bergaul,
bermasyarakat, sangat menentukan
sikap politik dari
seseorang. Stimulus dari lingkungan seperti
keluarga, sekolah, pergaulan
sangat menentukan sikap
politik seseorang.
8.
Tujuan
Pendidikan Politik
Di
banyak negara berkembang
pendidikan politik dan pendidikan demokrasi sering dianggap
sebagai ”taken for
granted or ignored”,
yakni dianggap akan
terjadi dengan sendirinya (Gandal
dan Finn). Pendidikan
politik dan demokrasi
sebaiknya ditempatkan
sebagai bagian integral
dari pendidikan secara keseluruhan.
Pendidikan politik dan demokrasi
dapat dilakukan lewat dua jalur, yakni lewat pendidikan formal dan pendidikan
non formal dalam masyarakat.Pendidikan
politik berperan sebagai
maintenance atau persistence,
untuk memelihara sebuah sistem politik (Almond). Pendidikan politik
berfungsi sebagai nation and character
building bagi sebuah bangsa.
Pendidikan politik berfungsi
sebagai “representative
government under the
rule of law” mewujudkan pemerintahan
yang demokratis berdasarkan hukum. Ciri pemerintahan demokratis adalah:
adanya konstitusi, adanya
pengadilan yang independen,
adanya pemilu yang
bebas, adanya kebebasan berpendapat, adanya
kebebasan berserikat, dan
diselenggarakannya civic education. Tujuan dari pendidikan
politik yang terpenting
adalah membentuk kesadaran
warga negara tentang hak
dan kewajibannya sesuai
dengan konstitusi. Oleh
karena itu Pendidikan politik
merupakan hal yang
penting bagi terwujudnya pemerintahan
yang demokratis berdasar hukum. Pendidikan politik
yang berhasil akan
mewujudkan warganegara demokratis dengan ciri-ciri
berikut: berfikir dan berperilaku
rasional, berpartisipasi aktif
sebagai warga negara, memiliki informasi yang cukup tentangpolitik,
loyal pada sistem politik, percaya
dan patuh pada
pemerintah, ada kepercayaan
antar sesama warganegara (Almond). Pendidikan politik merupakan faktor penting bagi
terbentuknya sikap politik warganegara yang mendukung berfungsinya sistem
pemerintahan secara sehat. Negara-negara
yang sedang mengalami transisi demokrasi
memerlukan sarana pendidikan
yang memungkinkan generasi mudanya untuk
mengetahui tentang pengetahuan,
nilai-nilai dan keahlian
yang diperlukan untuk melestarikan demokrasi.
Pendidikan
politik (political education)
bertujuan menyiapkan generasi
muda untuk berpikir merdeka seputar esensi kekuasaan dan pilar-pilarnya,
seputar faktor-faktor yang berpengaruh dalam lembaga-lembaga atau berpengaruh
dalam masyarakat melalui lembaga-lembaga. Esensi dari pendidikan politik adalah
mengaitkan aktivitas pendidikan dengan praktek kekuasaan secara seimbang,
berguna, dan demokratis (Edgar Fore). Pendidikan politik merupakan suatu proses
dialogisantara pemberi dan penerima pesan, melalui pesan ini para anggota
masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan
simbol-simbol politik yang
ideal dari berbagai
pihak dalam sistem politik, seperti
pemerintah, sekolah, dan
partai politik (Ramlan
Surbakti). Pendidkan politik adalah
usaha sadar untuk
mengubah proses sosialisasi politik
masyarakat, sehingga mereka memahami
dan menghayati betul
nilai-nilai yang terkandung
dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun (Alfian).
Sosialisasi politik adalah merupakan pendidikan politik dalam arti yang
longgar. Manfaat pendidikan politik dapat melatih warganegara
agar meningkat partisipasi
politiknya. Lewat pendidikan
politik individu diajarkan bagaimana
mereka mengumpulkan informasi
dari berbagai media massa,
diperkenalkan mengenai struktur
politik, lembaga-lembaga politik,
lembagalembaga pemerintahan (Almond).
Tujuan
diadakannya pendidikan politik secara formal terdapat dalam Inpres No. 12 Tahun
1982 tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda yang menyatakan bahwa:
Tujuan pendidikan politik adalah
memberikan pedoman kepada generasi muda Indonesia guna meningkatkan kesadaran
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan tujuan pendidikan politik lainnya
ialah menciptakan generasi muda Indonesia yang sadar akan kehidupan berbangsa
dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai salah satu usaha untuk
membangun manusia Indonesia seutuhnya.
9.
Sosialisasi
Politik sebagai Sarana Pendidikan Politik
Sosialisasi politik dalam arti luas adalah
merupakan cara bagaimana masyarakat mentransmisikan budaya
politik dari suatu
generasi ke generasi
berikutnya (Kennet P Langton). Sosilisasi politik adalah bagian
dari proses sosialisasi, yang bertujuan khusus untuk membentuk nilai-nilai
politik, yakni tentang bagaimana
seharusnya setiap anggota masyarakat berpartisipasi dalam sistem politik
(Almond). Sosialisasi politik adalah suatu proses pembentukan
sikap dan orientasi
politik para anggota masyarakat.
melalui sosialisasi politik inilah para anggota masyarakat terbentuk
sikap dan orientasi politiknya.
Dari
berbagai pendapat di
atas dapat disimpulkan
bahwa sosialisasi politik merupakan suatu proses transformasi
nilai-nilai politik dari masyarakat kepada individu. Proses ibi
bisa berlangsung terus
menerus sejak masa
kanak-kanak sampai usia
lanjut, selama hidup baik
disadari maupun tidak.
Proses pewarisan nilai-nilai
politik dari generasi ke
generasi berikutnya ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai proses politik yang sedang
berlangsung di negaranya, sehingga diharapkan setiap anggota masyarakat mau
berpartisipasi dalam sistem politik.
10.
Agen-Agen
Pendidikan Politik
Sarana
pendidikan politik meliputi,
keluarga, sekolah, kelompok
pergaulan, pekerjaan, media massa,
serta kontak-kontak politik langsung (Almond).
Di dalam keluarga, anak
memperoleh pemahaman nilai-nilai,
sikap-sikap dan orientasi
yang diperkenalkan oleh orang
tuanya. Dengan demikian anak memperoleh
sosialisasi yang pertama kali
baik secara langsung
maupun tidak langsung,
sehingga dapat tertanam cukup kuat
dalam benak anak
tersebut. Keluarga memberikan
pengaruh dalam hal pembentukan sikap terhadap wewenang dan kekuasaan.
Di dalam keluarganya anak akan memperoleh
pengalaman berprtisipasi dalam
pembuatan keputusan keluarga,
sehingga dapat meningkatkan perasaan
kompetensi politik anak,
memberikan kecakapan untuk melakukan interaksi
politik, serta membuatnya
lebih berpartisipasi dengan aktif
dalam sistem politik setelah dewasa. Di
sekolah anak akan
menerima pendidikan politik
secara sistematis dan terencana. dari sinilah anak memperoleh
pengetahuantentang dunia politik dan peranan mereka di
dalamnya. Sementara itu,
di dalam kelompok
pergaulan, setiap anggota mempunyai kedudukan
yang relatif sama
dan saling memiliki
ikatan-ikatan yang erat. Kelompok pergaulan
tersebut mensosialisasikan anggota-anggotanya dengan
cara mendorong atau mendesak mereka untuk menyesuaikan diri terhadap
sikap atau tingkah laku yang dianut
oleh kelompoknya. Di
lingkungan pekerjaan individu-individu mengidentifikasikan diri
dengan kelompoknya. Proses
pendidikan politik terdapat dua
tipe, yaitu tipe pendidikan
politik tak langsung dan
pendidikan politik langsung. Pendidikan politik bersifat langsung apabila melibatkan komunikasi
informasi, nilai-nilai, atau
perasaan-perasaan mengenai politik secara eksplisit.
Mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan di sekolah-sekolah merupakan contoh dari
pendidikan politik langsung. Sedangkan
pendidikan politik tak langsung
sangat kuat berlangsung
di masa anak-anak
sejalan dengan berkembangnya sikap penurut atau pembangkang
terhadap orang tua, guru, dan teman,
yaitu sikap-sikap yang cenderung mempengaruhi
sikap di masa
dewasa terhadap pemimpin-pemimpin politiknya dan terhadap
sesama warga negara. Ada tipe sosialisai
politik langsung dan
tidak langsung. Tipe
sosialisasi politik langsung terdiri
atas: imitation, anticipatory
socialization, political education,
dan political experience. Sedangkan
tipe sosialisasi politik
todak langsung terdiri dari: interpersonal transferece, appereniceship,
generalization.
1.
Imitation adalah sosialisasi politik
dengan model meniru.
Metode ini paling banyak
dilakukan. Yang ditiru
bisa berupa tingkah
laku politik, ketrampilan politik, harapan-harapan politik,
serta sikap politik.
Modal dasar untuk
dapat melakukan belajar politik
dengan metode meniru
adalah mobilisasi dan komunikasi. Contoh
anak-anak pada umumnya
memilih partai politik
meniru pilihan orang tuanya.
2.
Anticipatory Socialization, metode
ini pada dasarnya
dilakukan dengan cara menyiapkan diri tentang peran politik
yang diinginkan. Misalnya orang tua atau guru dapat mendefinisikan peranan
warga negara yang baik, sehingga anak dapat mengantisipasi peran yang dituntut
oleh sistem politik nasionalnya.
3.
Political Education, metode ini
dilakukan dengan dialogis,
terbuka, rasional. Contohnya di
sekolah lewat Pendidikan
Kewarganegaraan. Tujuannya untuk mewujudkan ”good citizen”. Dilakukan
dengan pendekatan ilmiah bukan dengan cara indoktrimasi.
4.
Political Experiance. Metode
ini menekankan adanya
kontak politik langsung, dengan para pejabat yang terlibat
dalam pembuatan keputusan.
5.
Interpersona Transference. Pengalaman
hubungan pribadi dengan
orang tua dalam keluarga, ataupun
dengan guru di sekolah, akan menjadi pengalaman anak kelak berhubungan dengan
figur penguasa.
6.
Apperenticeship (magang).
Aktivitas-aktivitas non-politik dijadikan
sarana sebagai praktek magang
untuk aktivitas politik. Misalnya
aktivitas dalam kepramukaan, aktivitas
di oraganisasi sekolah,
dan organisasi kenasyarakatan adalah bentuk penting dalam
pembelajaran politik.
7.
Generalization. Nilai-nilai
umum yang dianut
masyarakat memainkan peran penting dalam membentuk budaya politik
dalam suatu masyarakat. Sekolah sebagai
agen sosialisasi politik
memegang peranan penting. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa
keberhasilan sosialisasi politik lewat sekolah dipengaruhi agen-agen lain.
Namun sosialisasi politik lewat sekolah sering dinyatakan lebih bermakna dibandingkan melalui
agen-agen yang lain. Karena
sekolah memiliki karakteristik terprogram, sistematis,
dan menggunakan kurikulum.
Sekolah merupakan tempat bertemunya bermacam-macam ”orientasi
politik” yang telah diperoleh nelalui
sosialisasi politik lewat agen yang lain. Sehingga sosialisasi politik di sekolah, dapat mempertajam dan
memperluas orientasi politik peserta didik.
Daftar Pustaka
0 komentar:
Posting Komentar